Sampah Yang Berbicara

Sampah Yang Berbicara

CERITA PILIHAN

Penulis        :  Elya Melys Sofara (9C)

Editor           :  Endang Usriyah, S.Pd.

 

Hai, perkenalkan namaku Karina. Pada hari Minggu, aku pergi jalan-jalan bersama keluargaku. Di sebuah taman yang indah, aku ingin berbagi cerita tentang perjalananku. Bunga-bunga bermekaran, dan aromanya menyebar ke seluruh sudut taman. Di suasana seperti ini, biasanya aku memanfaatkan waktu untuk menikmati camilan sambil melihat pemandangan.

Tak terasa makanan yang kumakan sudah habis tanpa sisa. Lalu aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan mengitari taman, mencari tempat sampah untuk menampung sampah plastikku. Namun, tempat sampah itu tak kunjung kutemukan. Aku masih berdiri dan mataku menyapu sekeliling taman.

“Huh! Tempat sampahnya memang tidak ada di sini. Aku harus membuang sampahku ini ke mana, coba?” Aku frustrasi. Dengan langkah penuh emosi, kubuang bungkus plastikku di balik semak-semak. “Cuma satu sampah ini, pasti tidak akan berpengaruh,” pikirku, mencoba tak peduli dengan apa yang kulakukan barusan.

Segera aku berjalan menuju ibuku. “Bu, aku mau istirahat di kursi panjang itu. Kalau aku ketiduran, tolong bangunkan aku, ya.” Ibuku langsung menganggukkan kepalanya tanda setuju. Kemudian, aku duduk di kursi panjang itu dan sejenak mengistirahatkan diri. Kakiku terasa kebas setelah berjalan ke sana kemari mencari tempat sampah. Tak lama kemudian, aku mulai mengantuk, lalu memejamkan mata dan tertidur pulas di atas kursi panjang.

“Hey! Bangun!” panggil seseorang.

Aku membuka mataku lebar-lebar. “Siapa sih yang ganggu tidurku?” kesalku. Aku mulai melihat sekelilingku dan ternyata ada sampah plastikku yang memasang ekspresi marah ke arahku. “Sampah?” gumamku. Ternyata itu sampah plastik yang kubuang tadi.

“Buang sampah pada tempatnya!” perintahnya.

“Apa masalahmu, wahai sampah? Kan aku hanya membuang satu sampah. Tidak akan ngaruh kali sama lingkungan,” cerocosku.

“Tapi tetap saja. Apa kamu tidak berpikir bagaimana ke depannya nanti? Satu sampah bisa saja berpengaruh pada kebersihan lingkungan kita. Bayangkan jika orang-orang yang berkunjung di taman ini melihat sampah itu. Mereka akan mengira semak-semak itu adalah tempat membuang sampah. Mereka akan membuang sampah mereka di sana. Jika sampahnya menjadi banyak dan menumpuk, pasti akan menimbulkan banyak penyakit, dan hal itu akan merugikan kesehatan orang lain,” jelas sampah plastikku. Aku pun terdiam mendengar penjelasan tersebut.

Akhirnya aku tersadar dan mengangguk mantap. “Ya, kau benar. Seharusnya aku tidak seceroboh ini. Terima kasih sudah menasihati aku. Aku jadi sadar dan tidak akan mengulanginya lagi. Aku janji!” ujarku penuh tekad.

Sampah plastik itu tersenyum ke arahku. “Sama-sama. Baguslah, kalau begitu buanglah aku sekarang juga ke tempat seharusnya aku berada!”

Aku mengangguk mantap, dan sambil memikirkan kata-kata sampah plastik itu, aku merasa bingung. “Apakah sampah bisa berbicara?” pikirku. Rasanya aneh, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa nyaman. Semua ini seperti mimpi yang sangat nyata.

Tiba-tiba aku merasakan seseorang menggoyang-goyang pundakku dan memanggil-manggil namaku. “Karina...! Karina...! Bangun, sayang...!”  

Aku terbangun dan terkejut melihat ibuku sudah berdiri di sampingku. Rupanya dia sudah lama membangunkan aku yang ketiduran di atas kursi panjang. Aku segera bangkit dan bergegas pergi mengambil sampah plastik yang kubuang di semak-semak. Aku kembali mencari-cari tempat sampah dan akhirnya menemukannya di pojok taman. Aku berkata pada diriku sendiri, “Ternyata tempat sampahnya ada di pojok. Huh! Kenapa tidak ditempatkan di depan taman saja, ya? Biar orang-orang tidak kesulitan mencarinya.”

Setelah memasukkan sampah plastikku, aku memindahkan tempat sampah itu ke tempat lain yang lebih strategis. Aku pun tersenyum dan bergumam, “Nasihat sampah plastik itu benar, meski aku menerimanya hanya lewat mimpiku.” Aku pun berjanji mulai sekarang aku akan lebih peduli terhadap lingkungan di sekitarku dan di mana pun aku berada.